Oleh: Subandi Musbah
Direktur VISI NUSANTARA
ADA pribahasa latin. Sering diutarakan banyak orang. Tentang bagaimana pentingnya menulis. Dibanding bicara. Katanya: Verba Volant Scripta Manent.
Kira-kira maksudnya: kata-kata akan terbang. Atau hilang. Sementara tulisan terus ada, menetap. Apa yang setiap kita utarakan esok akan tiada. Sedangkan goresan tangan terus terpatri.
Kita, hari ini, mengetahui banyak hal dari buku. Ia merupakan jendela dunia. Tetap bisa hadir dan menyapa lantaran serupa tulisan. Berbekas. Bukan dongeng melalui pitutur.
Ucapan para raja dan alim bijak sulit membumi, hanya didengar saat itu. Tidak panjang menjuntai melewati lorong waktu. Sabda pergi bersama hilangnya sang empu. Beda dengan tulisan, terus hadir. Sampai kapan pun.
Namun, menulis dibutuhkan keahlian. Setidaknya keterampilan. Agar mudah dan renyah. Selebihnya adalah konsisten. Maksudnya: ya konsisten menulis.
Kepada sekira 70 peserta Workshop Penulisan Buku, saya sampaikan: menulis itu masa depan. Bagi pembaca dan juga pelaku. Semua gagasan tidak akan banyak manfaat tanpa diabadikan.
Ada yang bisa dirubah, tapi perlu cara. Banyak pesan yang harus tersampaikan, tapi butuh media. Tidak sedikit pendapat tertolak lantaran tak utuh. Dan itu perlu mekanisme, namanya tulisan.
Hari ini, Tangerang Utara Community Center memulainya. Semacam inisiasi. Mengumpulkan mahasiswa dan aktivis untuk sama-sama belajar menulis buku.
Saya bertemu banyak sahabat lama. Dari Sukadiri, Pakuhaji, Kosambi dan Teluknaga. Setelah lama tak jumpa. Dipertemukan dalam satu acara. Belajar bareng. Juga cerita. Termasuk membahas giat lanjutan.
Kata panitia, setelah workshop akan ada rencana tindak lanjut. Focus Group Discussion (FGD). Output yang ingin dihasilkan adalah sebuah buku. Ditulis oleh orang-orang pantura. Jadi kampanye urgensi literasi itu bukan basa-basi.