Oleh: Endi Biaro
Penulis merupakan mentor Sekolah Menulis Visi Nusantara Angakatan II
JIKA ingin tahu mainan politik para Sultan Desa, crazy rich kelas lokal, kaum borjuis kampung, dan para bandar Kabupaten Tangerang, maka lihatlah tanggal 4 Juli nanti.
Mereka sama-sama akan meniup terompet. Meramaikan panggung politik Pilkades. Bukan dengan gagasan dan pencerdasan. Tapi menggelontorkan duit ratusan milyar rupiah.
Bahkan, percayakah Anda, biaya Pilkades di Kabupaten Tangerang bisa menghabiskan setengah triliun?
Ingat, ini hanya ukuran Pilkades, bukan Pilkada.
Sejauh pengalaman praktis penulis, yang kerap ikut Pilkada di beberapa tempat, angkanya tak sefantastis ini.
Mari hitung.
77 Desa, 421 calon Kades, ribuan panitia, dan ratusan ribu pemilih, akan terlibat dalam kontestasi politik akar rumput, di Kabupaten Tangerang pada 4 Juli 2021 nanti.
Jika ditaksir, sekitar 80an milyar biaya penyelenggaraan ditanggung Pemda. Ini dihitung dari rata-rata biaya per desa, yang mengikuti standar prokes.
Lantas, biaya pertarungan per calon, jika pakai asumsi rata-rata 400 juta maka ada perputaran uang sebesar 164 milyar!
Fakta riil, bahkan di beberapa desa, calon Kades yang bertarung bisa menghabiskan milyaran rupiah. Jauh lebih besar dibanding biaya Caleg.
Banyak lagi variabel keuangan yang sulit dideteksi. Seperti bujet tim sukses, sosialisasi, perdukunan, open house para calon, dan keamanan.
Mahal memang. Tapi ini juga momen menggerakkan ekonomi.
Sektor riil bisa menggeliat sejenak. Mulai dari Sembako sampai rokok. Dari bensin sampai pulsa data. Dari percetakan (Baliho, spanduk, dll) sampai survey lapangan. Dari sewa tenda sampai pemesanan snack —dan kudapan ringan.
Beberapa pihak ketiban untung. Salah satunya, para makelar judi dan pemain yang pasang taruhan.
Tak sulit dicari, orang-orang yang menjadi bandar untuk membuka pasar taruhan. Mereka memainkan promo untuk memperoleh lawan bertaruh. Bisa berpola kelompok, atau gaya bebas (cari sendiri).
Pola yang umum, bandar memasang angka puluhan atau ratusan juta rupiah, di calon tertentu. Pihak lain silakan ikut.
Skemanya tidak tunggal, ada variasi jenis judi dan jumlah uang. Mirip taruhan sepakbola.
Masalahnya, saat Pilkades, per desa bisa hadir beberapa bandar dan puluhan petaruh!
Jika misalnya uang judi per desa rerata 50 juta, maka di 77 desa terakumulasi uang sebesar 3,85 milyar!
Dibalik itu, juga ada kucuran cuan yang bersumber dari watak adu gengsi.
Tipe orang-orang kaya di Kabupaten Tangerang tak jauh dari ini: pedagang besar, bandar limbah, juragan tanah, atau kontraktor (juga politisi). Mereka menyebar di berbagai desa.
Saat ajang Pilkades, kerap mereka turun. Biasanya karena faktor keluarga, relasi, atau “sentimen” politik. Satu lagi, karena ingin kesohor, adu gengsi.
Para pihak inilah yang jor-joran perang uang. Ada kesan unlimited money, kalau juragan, bandar, dan orang kaya di desa main uang di Pilkades. Arena saling timpah dalam serangan fajar, membuat eskalasi biaya pemenangan makin tinggi. Mereka tak sungkan mengucurkan uang berkali lipat dari lawan.
Terkahir ini, gelagat perang uang telah bermunculan. Para calon kades yang kaya tak sungkan pamer harta. Para bandar berkoar menjanjikan uang sekian-sekian. Dan rakyat jelata girang tak kepalang.
Realitanya Pilkades memang hukum rimba. Siapa yang paling banyak cuan, akan memenangkan pertempuran. Begitulah!