Tan Malaka, Bapak Jomlo Revolusioner

Oleh: M. Ade Firdiansyah
Penulis merupakan salah satu peserta terbaik Sekolah Menulis Visi Nusantara Angkatan I

TEPAT hari ini, pada tanggal 2 Juni 1897, Tan Malaka lahir di Tanah Minang dengan nama kecil Sutan Ibrahim. Ia mendapatkan gelar semi bangsawan dari garis turunan Ibunya. Menjadi Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka.

Tan kecil sangat gemar mempelajari ilmu agama dan pencak silat. Di sekolah, ia sosok yang cerdas. Meskipun terkadang tidak patuh.

Tan dikenal sebagai tokoh revolusi. Anti imprealisme dan kolonialisme. Enggan berkompromi dengan siapapun yang akan menjarah rumahnya. Perjuangannya untuk mencapai Indonesia merdeka tidak selalu berjalan mulus. Kerap kali ia di penjara dan diasingkan.

Karya-karyanya yang besar: Madilog, Naar De Republik, Gerpolek, Aksi Massa, dll. Membuat Tan Malaka menjadi kiblat kaum pergerakan hingga saat ini. Apalagi pola pikirnya kerap dijadikan materi bahan diskusi.

Banyak kisah menarik dari kehidupan sang pencetus konsep Republik Indonesia ini. Salah satunya adalah kisah cintanya. Adam Malik pernah bertanya kepada Tan, “Apa Bung pernah jatuh cinta?” Tan menjawab dan mengaku pernah jatuh cinta.

“Pernah. Tiga kali. Sekali di Belanda, lalu di Filiphina, dan sekali lagi di Indonesia. Tapi semuanya itu katakanlah hanya cinta yang tidak sampai. Perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan Indonesia,” jawab Tan Malaka.

SK Trimurti, istri dari Sajoeti Melik dalam buku Tan Malaka: Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Karya Harry A Poeze menyebutkan, alasan Tan Malaka tidak menikah karena mementingkan perjuangan ketimbang percintaan.

“Tan Malaka tidak kawin karena akan membelokanya dari perjuangan,” kata SK Trimurti yang menjalin hubungan baik dengan Tan Malaka.

Belajar dari kisah Tan. Menjadi jomlo bukanlah suatu yang hina. Setidaknya ia mengajarkan kita untuk menjadi jomlo yang elegan.

Tidak harus galau karena tak memiliki pasangan. Tapi ada hal penting yang harus dipikirkan: Bangkit dan lawan penindasan.

Apalagi masa mudanya tidak melulu berbicara soal percintaan. Ia mewarisi semangat perjuangan bagi pemuda yang masih menjalankan idealismenya.

21 Februari 1949 Tan Malaka tewas. Ditembak mati atas perintah Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan bagian Divisi IV Jawa Timur.

Hingga akhir hayat, Tan Malaka tak pernah menikah. Atas nama perjuangan, seluruh hidupnya ia berikan untuk kaum proletar dan kemerdekaan Indonesia.

Terkini

Agenda

Opini

Tangerang, Kaya Pendapatan Miskin Gagasan

Memahami Demokrasi dan Pemilu di Indonesia

Politik Identitas, Benalu Demokrasi

Inspiratif

Catatan Pinggir

Politik Budgeting

Konsisten atau Dikoyak Sepi

Kelas Menengah Ngehe

Bukan Soal Menang atau Kalah

Verba Volant Scripta Manent

Membaca Ulang Aktor Demokrasi

Pesan untuk KMT